Asuransi Barang Milik Negara
I.
Pendahuluan
Barang Milik Negara (BMN) harus dikelola dengan baik untuk
memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Namun bagaimana bila BMN yang
digunakan secara tiba-tiba rusak atau hancur? Padahal kalo dilihat nilai BMN
menunjukkan trend kenaikan
yang signifikan. Asuransi BMN merupakan salah satu solusi alternatif untuk
menanggulangi resiko aset negara yang sampai saat ini berjumlah trilliunan.[1]
Pemerintah dapat menetapkan asuransi BMN
untuk pengamanan aset dengan melihat kondisi keuangan negara. Asuransi ini,
juga dapat mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap lembaga donor asing
atau luar negeri maupun Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ketika
suatu bencana terjadi dan menghancurkan banyak aset negara.[2]
Dalam dunia asuransi, nasabah
dan perusahaan asuransi tidak dapat lepas dari pembayaran premi, resiko, pertanggungan dan klaim. Dalam terjadi resiko atas BMN yang
dipertanggungkan maka pemerintah sebagai nasabah
dapat mengajukan klaim. Bentuk klaim tersebuit adalah penggantian sebagian/perbaikan,
penggantian keseluruhan baik berupa
barang maupun uang
Salah satu bentuk resiko
yang terjadi adalah hilangnya BMN. Jika perusahaan asuransi telah menanggung
penggantian berupa uang ataupun barang
secara keseluruhan atas hilangnya BMN, maka akan terjadi pencatatan ganda atas
BMN tersebut. Yaitu pencatatan atas BMN lama dan pencatatan atas
uang/barang pengganti yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Untuk
itu atas BMN lama perlu untuk dilakukan penghapusan dari daftar BMN.
Hilangnya BMN kadangkala
juga terjadi akibat kelalaian pengawai
pengguna/pemakai barang. Satu sisi, terjadi kelalaian yang dilakukan oleh
pengguna/pemakai barang, dan disisi lain atas kehilangan tersebut telah
dilakukan penggantian oleh perusahaan asuransi.
Sehingga akan menimbulkan pertanyaan apakah atas kelalaian pegawai
pengguna/pemakai, BMN masih akan dibebani dengan pertanggungjawaban.
Dalam mendukung atas pelaksanaan
Asuransi BMN, menteri keuangan telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 247 Tahun 2016
tentang Pengasuransian
Barang Milik Negara yang mulai berlaku terhitung mulai tahun 2018. Untuk itu
sebelum PMK tersebut benar-benar diberlakukan dalam pengelolaan BMN perlu untuk
dibedah lebih dalam guna menjawab persoalan-persoalan yang diprediksi akan
muncul dalam pelaksanaan asuransi atas BMN tahun 2018 nanti.
II. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang
diatas, dapat ditarik permasalahan-permasalahan berkaitan dengan asuransi atas
BMN sebagai berikut:
1. BMN apa sajakah yang
dapat diasuransikan?
2. Bagaimanakah kriteria BMN yang dapat diasuransikan?
3. Bagaimana bentuk penyelesaian atas klaim asuransi?
4. Bagaimana prosedur penghapusan atas barang hilang yang diasuransikan?
5. Apakah pihak yang melakukan kelalaian masih dibebani tanggung jawab dalam
hal terjadi kehilangan atas BMN yang diasuransikan?
III.
Pembahasan
1.
Pengertian Asuransi BMN.
Peraturan Menteri Keuangan
No. 247 Tahun 2016 memberikan pengertian Asuransi adalah perjanjian antara dua
pihak, yaitu Perusahaan Asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi
penerimaan Premi oleh Perusahaan Asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang
timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti. Dengan demikian, hal pokok dalam asuransi BMN
adalah Premi, Nilai Pertanggungan dan Perusahaan penyedia jasa asuransi.
Berdasar pengertian tersebut, setidaknya ada tiga gal penting yang harus
didefinisikan lebih lanjut agar memberikan pengertian dan batasan yang jelas,
yaitu Perusahaan Asuransi, Pertanggungan dan Premi.
Perusahaan Asuransi adalah
Perusahaan Asuransi umum yang terdaftar pada lembaga pengawas industri jasa keuangan di
Indonesia atau konsorsium Perusahaan Asuransi umum yang bersangkutan.[3]
Sedangkan Nilai Pertanggungan adalah
harga sebenarnya atau nilai sehat suatu objek yang dipertanggungkan sesaat sebelum terjadi
suatu kerugian atau kerusakan, yang dihitung berdasarkan biaya
memperoleh/memperbaiki objek yang dipertanggungkan ke dalam keadaan baru
dikurangi depresiasi teknis.[4] Dan premi adalah sejumlah uang
yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi dan disetujui oleh pemegang polis untuk dibayarkan
berdasarkan perjanjian asuransi untuk memperoleh manfaat.[5]
2.
Kriteria BMN yang Dapat di Asuransikan
Seiring dengan
perkembangan kebutuhan,, Pengelola Barang dapat menetapkan
kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan BMN tertentu
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.[6] Pengasuransian BMN dilaksanakan dalam rangka pengamanan BMN dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
negara dan dilakukan dengan prinsip selektif, efisien, efektivitas dan
prioritas.[7]
a. gedung dan bangunan;
b. jembatan;
c. alat angkutan darat/apung/udara
bermotor, dengan kriteria;
·
berlokasi di daerah rawan
bencana alam, sesuai dengan indeks risiko bencana Indonesia
yang dikeluarkan oleh instansi yang menangani penanggulangan bencana;
·
berdasarkan sifat
penggunaannya kemungkinan rusak atau hilang yang tinggi;
·
memiliki dampak yang besar terhadap pelayanan umum
apabila rusak atau hilang; dan
·
menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
d. BMN yang ditetapkan oleh Pengelola Barang.
·
berlokasi di daerah rawan bencana alam;
·
mempunyai dampak yang
besar terhadap pelayanan umum apabila rusak atau hilang;
·
menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
Perencanaan asuransi BMN harus dilakukan
secara matang, yang disusun oleh Kuasa Pengguna Barang dengan sekurang-kurangnya
memuat :
a. data
BMN sesuai Daftar Barang Kuasa Pengguna
Barang;
b.
jenis risiko yang akan dipertanggungkan; dan
c.
jangka waktu pengasuransian BMN.
Kuasa Pengguna Barang menyampaikan rencana pengasuransian BMN secara
berjenjang kepada Pengguna Barang, yang kemudian dilakukan penelitian atas rencana pengasuransian BMN. Penelitian tersebut bertujuan untuk memastikan:
a. kebenaran data rencana pengasuransian
BMN yang sekurang-kurangnya mengacu pada Daftar Barang Kuasa Pengguna Barang;
b. kesesuaian risiko yang akan dipertanggungkan pada rencana
pengasuransian BMN dengan risiko daerah tempat BMN berada; dan
c.
kesesuaian BMN yang akan diasuransikan dengan kriteria yang ada.
Berdasarkan penelitian tersebut Pengguna Barang menetapkan rencana pengasuransian
BMN. Berdasarkan penetapan Pengguna Barang satuan kerja menyusun anggaran untuk
pembayaran biaya Premi dan biaya lain-lain terkait pengasuransian BMN dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara pada
Kementerian/Lembaga. Anggaran asuransi BMN dialokasikan
dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian/Lembaga yang
bersangkutan, yang pelaksanaannya dilakukan setelah tersedia anggaran
pada satuan kerja bersangkutan.
Pelaksanaan Pengadaan jasa asuransi dilaksanakan sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa Pemerintah[10]. Peraturan perundang undangan yang mengatur tentang
pengadaan jasa pemerintah adalah (Peraturan Presiden) Perpres 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang telah
mengalami beberapa kali perubahan yaitu
Perpres No. 35 Tahun 2011, Perpres No. 70 Tahun 2012, Perpres No. 172
Tahun 2014, Perpres No. 4 Tahun 2015.
Pengasuransian BMN dituangkan dalam perjanjian antara pejabat yang berwenang di satuan kerja dengan
pimpinan Perusahaan Asuransi, dengan sekurang-kurangnya
memuat:
a. data BMN yang diasuransikan;
b. para pihak yang melakukan perjanjian;
c. hak dan kewajiban para pihak yang melakukan perjanjian;
d.
jenis risiko yang dipertanggungkan;
e. nilai pertanggungan;
f. besaran premi;
g.
jangka waktu pertanggungan asuransi;
h.
mekanisme pembayaran premi;
i.
mekanisme penyelesaian klaim;
j. pengakhiran perjanjian
pengasuransian BMN; dan
k.
penyelesaian perselisihan.
Mekanisme pembayaran Premi
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan mengenai pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN, yaitu mekanisme Surat Permintaan
Pembayaran (SPP), Surat Perintah
Membayar (SPM) dan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D). SPP
adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), yang berisi permintaan pembayaran
tagihan kepada negara.[11] Surat SPM
adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran (PA)/KPA
atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain
yang dipersamakan.[12] SP2D
adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN)
untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
3.
Permohonan Klaim
Satuan kerja bersangkutan segera mengajukan permohonan klaim kepada Perusahaan Asuransi dalam hal
terjadi risiko yang dipertanggungkan sesuai dengan perjanjian antara pengelola
barang dengan Pihak asuransi menurut ketentuan
yang diatur dalam perjanjian.
Penyelesaian klaim oleh Perusahaan Asuransi atas BMN dapat berupa:
a. perbaikan;
b. penggantian
dalam bentuk barang sesuai dengan yang diperjanjikan; dan/ atau
c. uang tunai setidak-tidaknya dengan jumlah yang setara dengan
nilai BMN yang dipertanggungkan.
Khusus untuk Penyelesaian klaim oleh Perusahaan Asuransi
atas BMN yang hilang dapat berupa:
a. penggantian dalam bentuk barang
sesuai dengan yang diperjanjikan; dan/atau
b. uang tunai
setidak-tidaknya dengan jumlah yang setara dengan nilai BMN yang dipertanggungkan.
Dalam hal Perusahaan Asuransi
melakukan perbaikan atas BMN yang rusak, maka Kuasa Pengguna Barang melakukan
pencatatan atas nilai perbaikan dimaksud sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang akuntansi pemerintahan. Dalam hal Perusahaan Asuransi
memberikan penggantian atas BMN yang rusak atau hilang dalam bentuk uang tunai
maka Perusahaan Asuransi menyetorkan uang tunai tersebut ke Rekening Kas Umum
Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Perusahaan Asuransi memberikan penggantian dalam bentuk
barang atas BMN yang rusak atau hilang maka Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang mengajukan permohonan penghapusan terhadap BMN yang rusak atau hilang
tersebut. Penghapusan BMN dilakukan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang melakukan penghapusan terhadap barang pengganti yang diberikan oleh Perusahaan
Asuransi sebagai BMN.[13]
Penghapusan tersebut dilakukan dengan menerbitkan
keputusan Penghapusan dari:[14]
a. Pengguna
Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang, untuk Barang Milik
Negara; atau
b. Pengelola
Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota untuk Barang Milik
Daerah.
Persoalan baru muncul ketika barang yang
hilang/rusak telah diganti seluruhnya oleh perusahaan asuransi, baik berupa
barang atau uang. Apakah pihak yang lalai masih diwajibkan untuk memberikan
tanggung jawab atas kelalaiannya yang berakibat pada hilang/rusaknya BMN
tersebut? Tentu saja, setiap pengguna BMN mempertanggungjawabkan kelalaiannya
yang mengakibatkan hilangnya BMN. Penggantian atas BMN yang hilang sebagai
akibat kelalaian pemakaian barang tidak menghapuskan kewajiban pihak yang melakukan kelalaian tersebut dalam, mengganti kerugian negara
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.[15]
IV. Penutup
1. BMN yang dapat
diasuransikan berupa :
a. gedung dan bangunan;
b.
jembatan;
c. alat
angkutan darat/ apung/udara bermotor;
dengan kriteria
1)
berlokasi di daerah rawan
bencana alam, sesuai dengan indeks risiko bencana Indonesia
yang dikeluarkan oleh instansi yang menangani penanggulangan bencana;
2)
berdasarkan sifat
penggunaannya kemungkinan rusak atau hilang yang tinggi; mempunyai dampak yang besar terhadap pelayanan umum
apabila rusak atau hilang; dan
3)
menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
2. BMN yang diasuransikan harus memenuhi kriteria:
a. berlokasi di daerah rawan bencana
alam;
b. mempunyai dampak yang besar terhadap pelayanan umum
apabila rusak atau hilang;
c. menunjang
kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
3. Penyelesaian klaim oleh Perusahaan
Asuransi atas BMN dapat berupa:
a. perbaikan;
b. penggantian dalam bentuk barang
sesuai dengan yang diperjanjikan; dan/ atau
c. uang tunai setidak-tidaknya dengan jumlah yang setara dengan nilai BMN
yang dipertanggungkan.
Khusus untuk Penyelesaian klaim oleh Perusahaan Asuransi
atas BMN yang hilang dapat berupa:
a. penggantian dalam bentuk barang sesuai dengan yang diperjanjikan;
dan/atau
b. uang tunai
setidak-tidaknya dengan jumlah yang setara dengan nilai BMN yang dipertanggungkan.
4. Penghapusan BMN yang hilang/rusak dilakukan dengan
menerbitkan keputusan Penghapusan dari Pengguna Barang
setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara.
5. Penggantian atas BMN yang hilang sebagai akibat kelalaian pemakaian
barang tidak menghapuskan kewajiban pihak yang melakukan kelalaian tersebut dalam, mengganti kerugian
negara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
[2]
Ibid
[3]
PMK No. 247 Tahun 2016 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara Pasal 1 ayat 8
[4]
Ibid, Pasal 1 ayat 9
[5]
Ibid, Pasal 1 ayat 9
[6] Pasal 45 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
[8]
Ibid, Pasal 7 ayat 1
[9] Ibid,
Pasal 7 ayat 2
[10] Ibid,
Pasal 9 ayat 3
[12] Ibid, Pasal 1 Ayat 28
[14] Pasal 82 ayat 2 PP 27 tahun 2014 tentang pengelolaan
BMN/D
Casino Site - Lucky Club
ReplyDeleteThe ultimate gambling experience, enjoy the best promotions, the luckyclub biggest games, and the most exciting casino games. Play Slots, Blackjack and Roulette now at 📺 Bingo Games: 700+💰 Mobile Version: Android, iPhone, Tablet🤝 Largest Live Casino: 24